Search Now

Senyuman Manis Untuk Semua

Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami anak saudara Az Zuhri, Muhammad bin Abdullah dari pamannya, Muhammad bin Muslim Az Zuhri berkata; telah mengabarkan kepadaku Abdurrahman bin Abdullah bin Ka'ab bin Malik, Abdullah bin Ka'ab bin Malik dia anak yang menuntunnya ketika telah buta, berkata; saya telah mendengar Ka'ab bin Malik menceritakan dalam hadisnya ketika meninggalkan Perang Tabuk dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. Ka'ab bin Malik berkata; saya belum pernah tidak mengikutsertai Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam selain perang Tabuk. Memang saya juga tidak mengikutsertai Perang Badar, namun beliau tidak mencela seorang pun yang tidak mengikutsertai perang Badar itu, karena tujuan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam saat itu hanya ingin mencegat kafilah dagang orang Quraisy hingga Allah mempertemukan mereka dengan musuh mereka, dengan tidak mereka rencanakan. Saya turut menghadiri malam 'Aqabah, ketika kami berjanji untuk Islam. Saya pun tidak mau jika keikutsertaanku dalam bai'atul aqabah ditukar dengan peperangan Badar, sekalipun Badar merupakan momen yang paling banyak diingat oleh manusia dan paling populer. Aku menjadi pemberitaan saat aku tidak ikut peperangan bersama Rasulullah shalllallahu'alaihiwashallam dalam perang Tabuk karena aku belum pernah lebih kuat dan lebih luang daripada ketika aku saat ketinggalan dalam perang itu. Demi Allah, belum pernah saya bisa mengumpulkan dua hewan tunggangan sekaligus hingga bisa kumpulkan dalam perang itu. Jarangsekali Rasulullah Shallallahu'alaihiwashallam menjelaskan lokasi yang akan dituju saat berniyat melakukan perang selain beliau merahasiakannya dengan masalah lain hingga tibalah peperangan Tabuk itu, yang beliau umumkan secara terang-terangan. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berperang dalam suasana iklim yang sangat panas, melewati perjalanan yang sangat panjang dan jalan yang tandus, serta menghadapi musuh yang sangat banyak. Maka beliau umumkan secara terang-terangan kepada kaum muslimin tentang perintahnya. Agar mereka memiliki persiapan terhadap musuh yang akan dihadapi. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam terus terang mengabari kaum muslimin perihal lokasi yang akan dituju. Kaum muslimin yang bersama Rasulullah sangat banyak. Jumlah prajurit yang sedemikian banyaknya hingga tak bisa dihitung oleh buku seorang penulis terpercaya yang ingin mendokumentasikannya. Ka'ab berkata; sehingga tidak ada orang yang berniat tidak ikut kecuali dia menyangka bahwa itu akan tidak diketahui kecuali jika ada wahyu dari Allah Azzawajalla. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berangkat berperang ketika masa panen buah-buahan yang sangat teduh. Saya dengan hal itu sangat suka. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersiap-siap bersama kaum mukminin dan saya juga hendak berangkat agar saya bisa berangkat bersama beliau, namun saya pulang dan saya belum melakukan apa-apa. Saya berkata dalam diri saya, saya mampu melakukan hal itu, jika saya mau. Hal itu terus-menerus terjadi padaku sehingga orang-orang telah siap untuk berangkat. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berangkat pada pagi hari bersama kaum muslimin sedang saya belum mempersiapkan bekalku sedikitpun. Saya berkata; mempersiapkan bekal besok saja atau lusa, lalu saya akan menyusul mereka. Setelah mereka berjalan juah, aku berangkat untuk berbekal diri, namun lagi-lagi saya kembali dan belum kupersiapkan bekal sedikitpun. Setelah saya pulang ternyata saya belum mempersiapkan sedikitpun bekalku. Pada pagi hari saya berangkat dan pulang lagi dan saya tidak melakukan apa-apa, hal itu berlangsung padaku sampai mereka telah sampai jauh dan terjadilah peperangan. Saya berniat berangkat dan bisa menemui mereka, amboi kiranya aku lakukan namun hal itu tidak juga ditakdirkan untukku. Setelah keberangkatan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, aku berusaha menemui orang-orang, aku mondar-mandir kesana kemari namun yang ada hanyalah menyedihkan dan menyedihkan. Sebab tak kujumpai seseorang, selain mereka-mereka yang telah jelas kemunafikannya atau mereka-mereka yang Allah betul-betul menjadikannya tidak bisa berangkat. Rasulullah tak pernah menyebut-nyebut namaku hingga beliau sampai di tabuk. Saat duduk-duduk bersama sahabatnya, beliau bertanya; 'Apa gerangan yang dilakukan Ka'ab bin Malik? Ada seseorang dari Bani Salamah yang menjawab 'Dia terhalang mantelnya, dan sibuk mengamat-amati pakaiannya'. Mu'adz bin Jabal berusaha memprotes ucapan orang Bani Salamah tadi dengan mengatakan 'Alangkah buruk apa yang kau katakan, demi Allah Wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui keadaannya kecuali kebaikan, lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam terdiam. Ka'ab bin Malik berkata; tatkala sampai kabar bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sedang pulang dari Tabuk, maka kesedihanku mulai datang, saya segera memikirkan bagaimana untuk berdusta. Saya berkata; bagaimana saya akan keluar dari kemarahannya. Besok saya akan meminta pendapat para cendekia keluargaku. Tatkala sampai kabar bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam hampir sampai, maka kebatilan pergi dariku, saya tahu saya tidak mungkin selamat darinya selamanya, lalu saya mengumpulkan kejujuranku. Pada pagi hari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam datang, dan adalah kebiasaaan beliau jika datang dari sebuah perjalanan, beliau datang ke masjid lalu shalat dua rekaat dan duduk menunggu orang-orang. Pada saat itu datanglah orang-orang yang tidak ikut berperang, mereka menemui beliau, mengungkapkan alasan-alasan mereka dan bersumpah. Jumlah mereka ada sekitar delapan puluh lebih. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam menerima sebagian alasan mereka dan apa yang mereka tampakkan, dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk mereka dan beliau serahkan apa yang mereka sembunyikan kepada Allah Tabaroka Wa Ta'ala, sampai saya mendatangi beliau. Ketika saya mengucapkan salam kepada beliau, beliau menjawabnya dengan senyuman orang yang marah. Lalu bersabda kepadaku, 'kesini.' Lalu saya datang sampai saya duduk di hadapannya. Lalu bertanya kepadaku 'Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut, bukankah kendaraanmu sudah siap?.' (Ka'ab bin Malik Radliyallahu'anhu) berkata; 'Wahai Rasulullah, jika saya duduk bukan kepada anda dari penduduk dunia, maka saya bisa keluar dari kemarahannya dengan alasan yang saya buat-buat, sebab saya dikaruniai pandai berdebat. Saya sadar demi Allah, sekiranya aku menyampaikan bicara kepada anda dengan pembicaraan dusta untuk memperoleh keredhaanmu, tanpa waktu yang lama pun Allah akan menjadikanmu marah terhadapku. Sebaliknya jika aku sekarang secara blak-blakan menyampaikan kepada anda sejujur-jujurnya yang menjadikanmu marah terhadapku, kuharap dibaliknya kudapatkan pandangan yang menyejukkan berupa ampunan dari Allah ta'ala. Demi Allah saya tidak mempunyai alasan. Demi Allah, belum pernah kudapatkan kelonggaran dan kelapangan yang lebih daripada saat aku tidak ikut bersama anda dalam perang ini. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Ini merupakan sebuah kejujuran, bangunlah sampai Allah Ta'ala yang akan memberi keputusan kepadamu". Saya bangun, lalu beberapa laki-laki dari Bani Salamah menemuiku, dan mereka berkata kepadaku, demi Allah, kami sebelumnya tidak mengeahui kamu telah berbuat dosa, mengapa kamu tidak mencari-cari alasan kepada Rasulullah sebagaimana yang dilakukan orang yang tidak ikut berperang? Toh dosamu cukup ditebus dengan permintaan ampun (istighfar) Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam kepadamu!. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; demi Allah, mereka tetap mendesakku sampai saya berkehendak menarik kembali ucapanku dan aku berniyat membohongi diriku. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu saya tanyakan kepada mereka, apakah ada orang yang selainku?. Mereka menjawab, ya ada dua orang. Mereka berdua berkata sebagaimana yang kamu katakan dan dijawab sebagaimana yang dikatakan kepadamu. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu saya bertanya kepada mereka, siapakah mereka berdua? Mereka menjawab, Murarah bin Ar-Rabi' Al 'Amiri dan Hillal bin Umayyah Al Waqifi. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; mereka menceritakan kepadaku kedua orang shalih itu, yang keduanya telah ikut Perang Badar yang keduanya menjadi idola bagiku. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu saya pergi setelah mereka menyebutkan perihal keduanya. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; {Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam melarang kaum muslimin untuk berbicara kepada kami tiga orang yang tidak ikut beliau berperang dan orang-orang menghindari kami. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; mereka berubah sikap terhadap kami sampai bumi ini seolah-olah menolakku, seakan-akan bukan bumi yang sebenarnya, padahal itu adalah bumi yang saya tahu. Hal itu berjalan sampai lima puluh malam. Dua temanku, mereka berdua tinggal di rumah dan duduk dalam keadaan menangis. Adapun saya, adalah orang yang paling muda, dan yang paling tabah, saya tetap mendatangi shalat bersama kaum muslimin dan saya tetap berkeliling pasar hanya tidak ada seorangpun yang mau mengajak berbicara kepadaku. Saya mendatangi Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, beliau sedang berada di majlisnya setelah shalat lalu saya mengucapkan salam kepada beliau. Saya mengatakan dalam batinku apakah beliau menjawab salam dengan kedua mulutnya ataukah tidak?. Saya shalat di dekat beliau, saya mencuri pandang, jika saya melakukan shalat, maka beliau melihatku. Sebaliknya jika saya menoleh ke arah beliau, beliau memalingkan muka. Hingga ketika kaum muslimin sudah sekian lama menjauhiku ini, Saya berjalan dan saya masuk ke kebun Abu Qatadah, yaitu anak pamanku yang paling saya cintai. Saya mengucapkan salam kepadanya. Demi Allah, dia tidak menjawabnya. Saya berkata kepadanya, Wahai Abu Qatadah, saya memanggilmu dengan nama Allah, tidakkah engkau tahu bahwa saya mencintai Allah dan rasul-Nya? (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; dia diam. Saya ulangi sapaanku dan bahkan saya bersumpah, namun dia tetap diam dan saya ulangi lagi, lalu dia berkata; Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu menangislah kedua mataku dan saya meninggalkan tempat itu sampai saya di dinding. Tatkala saya berjalan di pasar Madinah, ada seorang petani dari Syam dengan menjual makanannya di Madinah. Dia berkata; siapa yang bisa menunjukkan kepadaku Ka'ab bin Malik?. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; orang-orang menunjukkannya kepadaku, dia datang menghampiriku dan memberikan secarik surat kepadaku dari Raja Ghasan. Saya ketika itu adalah seorang yang bisa tulis-menulis. Isi surat tersebut berbunyi: AMMA BA'DU, telah sampai berita kepada kami bahwa sahabatmu telah mengasingkanmu, padahal Allah tidak menjadikanmu di negeri kehinaan dan keterlantaran, bergabunglah bersama kami, kami akan menolongmu. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; saya berkata ketika membacanya 'Ini adalah bagian dari cobaan juga.' (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu saya pergi ke tempat pembakaran, saya bakar surat itu sampai ketika sudah lewat empat puluh hari dari lima puluh hari yang ada, ada utusan Rasulullah Shallallahu'alahi wasallam mendatangiku, dan berkata; 'Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam menyuruhmu agar kau meninggalkan istrimu. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; saya bertanya apakah saya harus menceraikannya atau apa yang harus saya lakukan?. Dia menjawab, tidak tapi tinggalkan saja dan jangan kau dekati dia. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu disampaikan kepada kedua sahabatku juga demikian. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu saya katakan kepada istriku, 'Pulanglah kepada keluargamu dan tinggallah bersama mereka, sampai Allah memutuskan perkara ini.' (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu datanglah istri Hilal bin Umayyah kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan berkata; 'Wahai Rasulullah, Hilal adalah orang yang sudah tua, tidak ada lagi yang mengurusinya, apakah anda membencinya jika saya melayaninya?.' Beliau bersabda: {"Tidak, tapi jangan sampai dia mendekatimu". Wanita itu berkata; dia demi Allah, sudah tidak bisa bergerak kecuali hanya sedikit gerakan saja. Demi Allah dia masih tetap menangis sampai sekarang sejak ada instruksi dari anda. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu sebagian keluargaku berkata kepadaku, 'Kenapa kamu tidak meminta ijin kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dalam masalah istrimu, karena beliau telah mengijinkan istri Hilal bin Umayah untuk melayaninya.' (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; demi Allah saya tidak akan meminta kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, saya tidak tahu apa yang akan dikatakan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, karena saya adalah paling muda diantara ketiganya. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; dan tersisa waktu ada sepuluh malam, untuk sampai pada lima puluh malam dari pelarangan berbicara kepada kami. Lalu saya shalat subuh pada malam yang ke lima puluh, di rumahku. Tatkala saya sedang duduk pada telah yang disebutkan Allah Tabaroka Wa Ta'ala, jiwaku sudah sangat sempit juga bumi yang luas sudah sangat terasa sempit, tiba-tiba saya mendengar orang yang berteriak dan sangat dekat, di atas gunung Sala'. Dia meneriakkan dengan suaranya yang paling tinggi, 'Wahai Ka'ab bin Malik, bergembiralah.' (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; lalu saya tersungkur sujud dan saya tahu sudah datang jalan kemudahan, lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mengumumkan dengan di terimanya taubat dari Allah Tabaroka Wa Ta'ala kepada kami pada saat shalat subuh. Orang-orang pergi untuk memberi kabar gembira kepada kami, juga pergi ke kedua sahabatku untuk memberinya kabar gembira, lalu ada seorang laki-laki yang datang kepadaku dengan membawa kuda, dan datang seseorang dari Aslam dan menaiki gunung dan ternyata suara tersebut lebih cepat dari pada kuda. Tatkala datang kepadaku orang yang saya dengar suaranya dengan memberikan kabar gembira, saya lepas pakaianku dan saya hadiahkan kepadanya karena pemberitaan kabar gembiranya. Demi Allah saya sudah tidak memiliki selain kedua bajuku itu. Akhirnya saya meminjam dua pakaian dan saya pakai, lalu saya berangkat untuk menemui Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. Orang-orang yang bertemu denganku berkelompok-kelompok, mereka memberi selamat kepadaku atas taubatku yang telah diterima. Mereka berkata; semoga kamu senang dengan di terimanya taubatmu dari Allah. Lalu saya duduk masjid, ternyata Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sedang di kelilingi oleh para sahabatnya. Thalhah bin 'Ubaidullah menemuiku dengan berlari dan berjabat tangan denganku dan memberi ucapan selamat, demi Allah tidak ada orang Muhajirin yang berdiri selainnya. (Abdullah bin Ka'ab bin Malik) berkata; Karenanya Ka'ab tidak bisa melupakan Thalhah. Ka'ab berkata; tatkala saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, beliau memancarkan sinar pada wajahnya karena gembira, dan mengucapkan 'Gembiralah dengan hari yang paling bahagia bagimu sejak kamu di lahirkan ibumu. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; apakah dari anda Wahai Rasulullah, ataukah dari Allah?. (Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam) bersabda: ini dari Allah. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam jika sedang bahagia, maka wajahnya bersinar seperti potongan bulan, sampai hal itu bisa diketahui. (Ka'ab bin Malik Radliyallhu'anhu) berkata; tatkala saya duduk di hadapannya, saya berkata; "Wahai Rasulullah, sebagai tanda kebahagiaan taubatku, saya akan melepaskan hartaku sebagai sedekah kepada Allah Ta'ala dan kalian Rasul-Nya.' Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tahanlah sebagian hartamu, hal itu lebih baik bagimu." Saya pun menahan bagianku yang di Khaibar. Saya berkata; Wahai Rasulullah, Allah Ta'ala menyelamatkanku dengan jujur, dan termasuk dari taubatku juga saya tidak akan berbicara kecuali dengan jujur selamanya. Demi Allah tidak ada seorangpun dari kalangan kaum muslimin yang dicoba oleh Allah dengan kejujuran dalam berbicara sejak saya sebutkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam yang lebih baik daripada cobaan Allah Tabaroka Wa Ta'ala kepadaku. Demi Allah, saya tidak pernah berdusta sekalipun sejak saya berkata; kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sampai hari ini. Saya berharap semoga saya bisa menjaganya sampai sisa umurku. (Ka'ab bin Malik Radliallahu) (Ahmad)

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Abdur Rahman bin 'Abdullah bin Ka'ab bin Malik bahwa 'Abdullah bin Ka'ab bin Malik -Abdullah bin Ka'ab adalah salah seorang putra Ka'ab yang mendampingi Ka'ab ketika ia buta- berkata; 'Saya pernah mendengar Ka'ab bin Malik menceritakan peristiwa tentang dirinya ketika ia tertinggal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam perang Tabuk.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Saya tidak pernah tertinggal menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam peperangan yang beliau ikuti kecuali perang Tabuk, akan tetapi saya juga pernah tertinggal dalam perang Badar. Hanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mencela seorang muslim yang tidak turut dalam perang Badar. Yang demikian karena pada awalmulanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin hanya ingin mencegat kaum kafir Quraisy yang sedang berada dalam perjalanan dengan mengendarai unta hingga Allah mempertemukan kaum muslimin dengan musuh mereka tanpa waktu yang di sepakati sebelumnya. Saat itu saya ikut serta bersama Rasulullah pada malam Aqabah ketika kami berjanji untuk membela Islam. Menurut saya, turut serta dalam perang Badar tidak sebanding dengan turut serta dalam malam Aqabah, meskipun perang Badar lebih populer kebanyakan orang. Di antara cerita ketika saya tidak turut serta bersama Rasulullah dalam perang Tabuk adalah sebagai berikut; 'Belum pernah stamina saya betul-betul fit dan mempunyai keluasan harta daripada ketika saya tidak ikut serta dalam perang Tabuk tersebut. Demi Allah, sebelumnya saya tidak menyiapkan dua ekor hewan tunggangan sama sekali dalam pelbagai peperangan. Tetapi dalam perang Tabuk ini, saya bisa menyiapkan dua ekor hewan tunggangan. Adalah sudah menjadi tradisi beliau Shallallahu'alaihiwasallam, beliau tidak pernah melakukan sebuah peperangan selain beliau merahasiakan tujuan peperangannya, hingga saat terjadilah perang tabuk ini, yang beliau nyatakan tujuan perangnya secara vulgar (terang-terangan). Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi berangkat ke perang Tabuk pada saat cuaca sangat panas. Dapat di katakan bahwasanya beliau menempuh perjalanan yang amat jauh dan penuh resiko serta menghadapi musuh yang berjumlah besar. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada kaum muslimin apa yang akan mereka hadapi bersamanya. Oleh karena itu, beliau memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan perbekalan perang yang cukup. Pada saat itu, kaum muslimin yang menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam banyak sekali tanpa ditunjuk melalui surat tugas untuk berperang. Ka'ab berkata; 'Ada seorang laki-laki yang tidak muncul karena ia ingin tidak turut serta berperang. Ia menduga bahwa ketidak turutannya itu tidak akan di ketahui oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam -selama tidak ada wahyu yang turun mengenai dirinya dari Allah Azza Wa Jalla -. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi berperang ke perang tabuk ketika hasil panen buah sangat memuaskan, hingga saya harus memalingkan perhatian dari hasil panen tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin yang ikut serta sudah bersiap-siap dan saya pun segera pergi untuk mencari perbekalan bersama mereka. Lalu saya pulang tanpa memperoleh perbekalan sama sekali. Saya berkata dalam hati; 'Ahh, saya dapat mempersiapkan perbekalan sewaktu-waktu. Saya selalu dalam teka-teki antara iya (berangkat) dan tidak hingga orang-orang semakin siap.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berangkat bersama kaum muslimin, sedangkan saya belum mempersiapkan perbekalan sama sekali. Akhirnya saya pergi, lalu saya pulang tanpa mempersiapkan sesuatu. Saya senantiasa berada dalam kebimbangan seperti itu antara turut serta berperang ataupun tidak, hingga pasukan kaum muslimin telah bergegas berangkat dan perang pun berkecamuk sudah. Kemudian saya ingin menyusul ke medan pertempuran -tetapi hal itu hanyalah angan-angan belaka- dan akhirnya saya ditakdirkan untuk tidak ikut serta ke medan perang. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke medan perang tabuk, maka mulailah rasa sedih menyelimuti diri saya. Ketika keluar ke tengah-tengah masyarakat sekitar. Saya menyadari bahwasanya tidak ada yang dapat saya temui kecuali orang-orang yang dalam kemunafikan atau orang-orang yang lemah yang diberikan uzur oleh Allah Azza Wa Jalla. Sementara itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengingat diri saya hingga beliau sampai di Tabuk. Kemudian, ketika beliau sedang duduk-duduk di tengah para sahabat, tiba-tiba beliau bertanya; 'Mengapa Ka'ab bin Malik tidak ikut serta bersama kita? ' Seorang sahabat dari Bani Salimah menjawab; 'Ya Rasulullah, sepertinya Ka'ab bin Malik lebih mementingkan dirinya sendiri daripada perjuangan ini? ' Mendengar ucapan sahabat tersebut, Muadz bin Jabal berkata; 'Hai sahabat, buruk sekali ucapanmu itu! Demi Allah ya Rasulullah, saya tahu bahwasanya Ka'ab bin Malik itu adalah orang yang baik.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diam. Ketika beliau terdiam seperti itu, tiba-tiba beliau melihat seorang laki-laki yang memakai helm besi yang sulit di kenali. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Kamu pasti Abu Khaitsamah? ' Ternyata orang tersebut adalah memang benar-benar Abu Khaitsamah Al Anshari, sahabat yang pernah menyedekahkan satu sha' kurma ketika ia dicaci maki oleh orang-orang munafik. Ka'ab bin Malik berkata; 'Ketika saya mendengar bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersiap-siap kembali dari perang Tabuk, maka saya pun diliputi kesedihan. Lalu saya mulai merancang alasan untuk berdusta. Saya berkata dalam hati; 'Alasan apa yang dapat menyelamatkan diri saya dari amarah Rasulullah? ' Untuk menghadapi hal tersebut, saya meminta pertolongan kepada keluarga yang dapat memberikan saran. Ketika ada seseorang yang berkata kepada saya bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hampir tiba di kota Madinah, hilanglah alasan untuk berdusta dari benak saya. Akhirnya saya menyadari bahwasanya saya tidak dapat berbohong sedikit pun kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu, saya pun harus berkata jujur kepada beliau. Tak lama kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di kota Madinah. Seperti biasa, beliau langsung menuju Masjid - sebagaimana tradisi beliau manakala tiba dari bepergian ke suatu daerah - untuk melakukan shalat. Setelah melakukan shalat sunnah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam langsung bercengkrama bersama para sahabat. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang tidak sempat ikut serta bertempur bersama kaum muslimin seraya menyampaikan berbagai alasan kepada beliau dengan bersumpah. Diperkirakan mereka yang tidak turut serta bertempur itu sekitar delapan puluh orang lebih. Ternyata Rasulullah menerima keterus terangan mereka yang tidak ikut serta berperang, membai'at mereka, memohon ampun untuk mereka, dan menyerahkan apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka kepada Allah. Selang beberapa saat kemudian, saya datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Setelah saya memberi salam, beliau tersenyum seperti senyuman orang yang marah. Kemudian beliau pun berkata; 'Kemarilah! ' Lalu saya berjalan mendekati beliau hingga saya duduk tepat di hadapan beliau. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: 'Mengapa kamu tidak ikut serta bertempur bersama kami hai Ka'ab? Bukankah kamu telah berjanji untuk menyerahkan jiwa ragamu untuk Islam? ' Saya menjawab; 'Ya Rasulullah, demi Allah seandainya saya duduk di dekat orang selain diri engkau, niscaya saya yakin bahwasanya saya akan terbebaskan dari kemurkaannya karena alasan dan argumentasi yang saya sampaikan. Tetapi, demi Allah, saya tahu jika sekarang saya menyampaikan kepada engkau alasan yang penuh dusta hingga membuat engkau tidak marah, tentunya Allah lah yang membuat engkau marah kepada saya. Apabila saya mengemukakan kepada engkau ya Rasulullah alasan saya yang benar dan jujur, lalu engkau akan memarahi saya dengan alasan tersebut, maka saya pun akan menerimanya dengan senang hati. Biarkanlah Allah memberi hukuman kepada saya dengan ucapan saya yang jujur tersebut. Demi Allah, sesungguhya tidak ada uzur yang membuat saya tidak ikut serta berperang. Demi Allah, saya tidak berdaya sama sekali kala itu meskipun saya mempunyai peluang yang sangat longgar sekali untuk ikut berjuang bersama kaum muslimin.' Mendengar pengakuan yang tulus itu, Rasulullah pun berkata: 'Orang ini telah berkata jujur dan benar. Oleh karena itu, berdirilah hingga Allah memberimu keputusan." Akhirnya saya pun berdiri dan beranjak dari sisi beliau. Tak lama kemudian, ada beberapa orang dari Bani Salimah beramai-ramai mengikuti saya seraya berkata; 'Hai Ka'ab, demi Allah, sebelumnya kami tidak mengetahui bahwasanya kamu telah berbuat suatu kesalahan/dosa. Kamu benar-benar tidak mengemukakan alasan kepada Rasulullah sebagaimana alasan yang dikemukakan para sahabat lain yang tidak turut berperang. Sesungguhnya, hanya istighfar Rasulullah untukmulah yang menghapus dosamu.' Ka'ab bin Malik berkata setelah itu; 'Demi Allah, mereka selalu mencerca saya hingga saya ingin kembali lagi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu saya dustakan diri saya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Apakah ada orang lain yang telah menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti diri saya ini? ' Orang-orang Bani Salimah menjawab; 'Ya. Ada dua orang lagi seperti dirimu. Kedua orang tersebut mengatakan kepada Rasulullah seperti apa yang telah kamu utarakan dan Rasulullah pun menjawabnya seperti jawaban kepadamu.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Lalu saya pun bertanya; 'Siapakah kedua orang tersebut hai para sahabat? ' Mereka, kaum Bani Salimah, menjawab; 'Kedua orang tersebut adalah Murarah bin Rabi'ah Al Amin dan Hilal bin Ummayah Al Waqifi.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Kemudian mereka menyebutkan dua orang sahabat yang shalih yang ikut serta dalam perang Badar dan keduanya layak dijadikan suri tauladan yang baik. Setelah itu, saya pun berlalu ketika mereka menyebutkan dua orang tersebut kepada saya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Beberapa hari kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang kaum muslimin untuk berbicara dengan kami bertiga yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk. Sejak saat itu, kaum muslimin mulai menjauhi dan berubah sikap terhadap kami bertiga hingga bumi ini terasa asing bagi kami. Sepertinya, bumi ini bukanlah bumi yang pernah saya huni sebelumnya dan hal itu berlangsung lima puluh malam lamanya.' Dua orang teman saya yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk itu kini bersimpuh sedih di rumahnya sambil menangis, sedangkan saya adalah seorang anak muda yang tangguh dan tegar. Saya tetap bersikap wajar dan menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Saya tetap keluar dari rumah, pergi ke masjid untuk menghadiri shalat jama'ah bersama kaum muslimin lainnya, dan berjalan-jalan di pasar meskipun tidak ada seorang pun yang sudi berbicara dengan saya. Hingga pada suatu ketika saya menghampiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil memberikan salam kepadanya ketika beliau berada di tempat duduknya usai shalat. Saya bertanya dalam hati; 'Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan menggerakkan bibirnya untuk menjawab salam ataukah tidak? Kemudian saya melaksanakan shalat di dekat Rasulullah sambil mencuri pandangan kepada beliau. Ketika saya telah bersiap untuk melaksanakan shalat, beliau memandang kepada saya. Dan ketika saya menoleh kepadanya, beliaupun mengalihkan pandangannya dari saya.' Setelah lama terisolisir dari pergaulan kaum muslimin, saya pun pergi berjalan-jalan hingga sampai di pagar kebun Abu Qatadah. Abu Qatadah adalah putera paman saya (sepupu saya) dan ia adalah orang yang saya sukai. Sesampainya di sana, saya pun mengucapkan salam kepadanya. Tetapi, demi Allah, sama sekali ia tidak menjawab salam saya. Akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya kepadanya; 'Hai Abu Qatadah, saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu tidak mengetahui bahwasanya saya sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya? ' Ternyata Abu Qatadah hanya terdiam saja. Lalu saya ulangi lagi ucapan saya dengan bersumpah seperti yang pertama kali. Namun ia tetap saja terdiam. Kemudian saya ulangi ucapan saya dan ia pun menjawab; 'Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui tentang hal ini.' Mendengar ucapannya itu, berlinanglah air mata saya dan saya pun kembali ke rumah sambil menyusuri kebun tersebut. Ketika saya sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, ada seorang laki-laki dari negeri Syam yang berjualan makanan di kota Madinah bertanya; 'Siapakah yang dapat menunjukkan kepada saya di mana Ka'ab bin Malik? ' Lalu orang-orang pun menunjukkan kepada saya hingga orang tersebut datang kepada saya sambil menyerahkan sepucuk surat kepada saya dari raja Ghassan. Karena saya dapat membaca dan menulis, maka saya pun memahami isi surat tersebut. Ternyata isi surat tersebut sebagai berikut; 'Kami mendengar bahwasanya temanmu (maksudnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) telah mengisolirmu dari pergaulan umum, sementara Tuhanmu sendiri tidaklah menyia-nyiakanmu seperti itu. Oleh karena itu, bergabunglah dengan kami, niscaya kami akan menolongmu.' Selesai membaca surat itu, saya pun berkata; 'Sebenarnya surat ini juga merupakan sebuah bencana bagi saya.' Lalu saya memasukkannya ke dalam pembakaran dan membakarnya hingga musnah. Setelah empat puluh hari lamanya dari pengucilan umum, ternyata wahyu Tuhan pun tidak juga turun. Hingga pada suatu ketika, seorang utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi saya sambil menyampaikan sebuah pesan; 'Hai Ka'ab, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanmu untuk menghindari istrimu.' Saya bertanya; 'Apakah saya harus menceraikan atau bagaimana? ' Utusan tersebut menjawab; 'Tidak usah kamu ceraikan. Tetapi, cukuplah kamu menghindarinya dan janganlah kamu mendekatinya.' Lalu saya katakan kepada istri saya; 'Wahai dinda, sebaiknya dinda pulang terlebih dahulu ke rumah orang tua dinda dan tinggallah bersama dengan mereka hingga Allah memberikan keputusan yang jelas dalam permasalahan ini.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Tak lama kemudian istri Hilal bin Umayyah pergi mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil bertanya; 'Ya Rasulullah, Hilal bin Umayyah itu sudah lanjut usia dan lemah serta tidak mempunyai pembantu. Oleh karena itu, izinkanlah saya merawatnya.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: 'Jangan. Sebaiknya kamu tidak usah menemaninya terlebih dahulu dan ia tidak boleh dekat denganmu untuk beberapa saat.' Isteri Hilal tetap bersikeras dan berkata; 'Demi Allah ya Rasullah, sekarang ia itu tidak mempunyai semangat hidup lagi. Ia senantiasa menangis, sejak mendapatkan permasalahan ini sampai sekarang.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Beberapa orang dari keluarga saya berkata; 'Sebaiknya kamu meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah dalam masalah istrimu ini. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sendiri telah memberikan izin kepada Hilal bin Umayyah untuk merawat suaminya.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Saya tidak akan meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam persoalan istri saya ini. Karena, bagaimanapun, saya tidak akan tahu bagaimana jawaban Rasulullah nanti jika saya meminta izin kepada beliau sedangkan saya masih muda belia.' Ka'ab bin Malik berkata; 'Ternyata hal itu berlangsung selama sepuluh malam hingga dengan demikian lengkaplah sudah lima puluh malam bagi kami terhitung sejak kaum muslimin dilarang untuk berbicara kepada kami. Ka'ab bin Malik berkata; 'Lalu saya melakukan shalat fajar pada malam yang ke lima puluh di bagian belakang rumah. Ketika saya sedang duduk dalam shalat tersebut, diri saya diliputi penyesalan dan kesedihan. Sepertinya bumi yang luas ini terasa sempit bagi diri saya. Tiba-tiba saya mendengar seseorang berteriak dengan lantangnya menembus cakrawala; 'Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah! ' Maka saya pun tersungkur sujud dan mengetahui bahwasanya saya telah terbebas dari persoalan saya. Ka'ab bin Malik berkata; 'Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumumkan kepada kaum muslimin usai shalat Shubuh bahwasanya Allah Subhanah

Comments

Related